Asia

Sunrise Cantik dari Puncak Suroloyo

July 31, 2019

Pertama kali dengar nama Suroloyo akhir 2013 ketika salah satu teman di Yogya berujar dia mau mendaki Suroloyo untuk menikmati momen matahari terbit. Kala itu terbayang bahwa Suroloyo mungkin adalah sebuah bukit. Kalau Suroloyo itu gunung, saya biasanya sudah pernah dengar namanya, tapi nama itu asing sekali atau bisa juga saya yang lupaan, sih, haha. Singkat cerita, saya tidak berusaha mencari tahu lebih lanjut tentang bukit ini. Saya biarkan saja Suroloyo menggantung di pikiran saya. Enam tahun kemudian, saya berkesempatan mengunjungi bukit itu.

Kami berangkat dari Yogyakarta jam setengah empat pagi dan tiba di Suroloyo jam lima kurang lima belas menit. Perjalanan ke sana cukup mencekam bagi kawan saya yang bertugas menyetir. Dia kaget sekali kabut tebal tiba-tiba muncul di 20 menit terakhir perjalanan kita menuju bukti Suroloyo. Dia cerita, ketika pertama kali ke Suroloyo—saat itu tidak berkabut sama sekali, dia melihat ada bayangan putih sedikit melayang di bahu jalan. Setelah dia tembak dengan lampu jauh, ternyata itu ibu-ibu menggunakan mukena. Kali ini mungkin dia berpikir hal-hal serupa hehe. Saran saya, ketika kabut tebal apalagi medannya sempit dan berkelok-kelok, melaju perlahan dan perhatikan jalan dengan baik ya! Kami hampir saja lurus keluar jalan padahal jalanan belok ke arah kanan.

Perjalanan itu seru, banyak hal yang tidak terduga, seperti kabut tebal yang saya ceritakan di atas. Kabut tebal adalah pertanda bahwa momen matahari terbit yang kami harapkan mungkin tidak akan terwujud. Kawan saya berkata diperlukan waktu 30 menit untuk mendaki ke Puncak Suroloyo. Dengan hitung-hitungan kasar matahari terbit pukul 5:30, maka kami memutuskan menunggu di mobil kurang lebih 30 menit sebelum memulai pendakian. Menunggu sambil berharap kabut akan pergi. Bukannya pergi, yang ada malahan ketambahan angin kencang. Suasana bisa dibilang mirip film horror. Berkabut, berangin kencang, dan sepi. Hanya ada mobil kami dan satu mobil lainnya dengan mesin menyala. Selain itu tidak ada aktivitas lain, bahkan posko tiket masuknya juga tidak ada orang yang menunggu. Kedai kopi Suroloyo yang tersohor pun juga tidak buka.

Akhirnya pukul 5:20, dengan keadaan masih berkabut, kami memutuskan untuk memulai pendakian ke Puncak Suroloyo. Kami mendaki puluhan anak tangga (bisa disebut menaiki anak tangga saja barangkali ya, agak berlebihan kalau dibilang pendakian). Anak tangga ini ada persis di depan patung Punokawan yang ikonik, ada Bagong, Petruk, Semar dan Gareng di sana. Tangga ini adalah jalur baru dan masuk wilayah Yogyakarta, tangga yang sebelumnya/yang lama, berjarak tidak jauh (bisa ditempuh dengan berjalan kaki sebentar), masuk wilayah Jawa Tengah. Puncak Suroloyonya sendiri masuk dalam wilayah Jawa Tengah. Jadi bertanya-tanya kenapa tangga baru perlu dibuat?

Setelah 15-20 menit menaiki anak tangga, kami tiba di puncaknya dengan ketinggian 1.019 m. Tentu saja keadaan masih berkabut, dan kami masih terus berharap sunrise akan terlihat cantik seperti foto-foto yang muncul ketika kami googling sunrise Suroloyo. Tidak lama, kami mendengar suara beberapa orang mendaki anak tangga. Mereka adalah empat orang yang ada di mobil satu lagi. Di Puncak Suroloyo ada satu pendopo dengan arca dan beberapa tikar. Katanya kadang suka ada yang semedi atau meditasi di sini. Kami melihat ada sajen juga di sana. Kami semua menunggu sambal ngobrol ngalor-ngidul.

Empat orang tadi menyerah dan memutuskan turun sekitar pukul 6 pagi, padahal lebih seru nunggu tanpa kepastian dengan lebih banyak orang. Kami berdua sabar menunggu sampai kira-kira jam 7:15, dan hasilnya tentu saja sia-sia hahaha. Kabut masih juga betah menutupi pemandangan disekitar bukit. Kami menyerah dan memutuskan turun walaupun langit biru sempat terlihat beberapa kali di atas kami, tapi ya disekeliling selalu tertutup kabut. Di-PHP-in doang ih! Lain waktu pada musim yang lebih baik, yang katanya disarankan berkunjung saat musim hujan—jaminan tanpa kabut, kami akan ke Suroloyo lagi.

Sunrise cantik dari Puncak Suroloyo tidak terwujud tapi kami berdua happy-happy saja. Hal ini kemungkinan besar karena perjuangan kami ke Suroloyo tidak terlalu berat. Yang paling berat adalah bagian bangun pagi saja, selain itu semuanya cukup mudah. Kamu pernah tidak pergi ke suatu tempat untuk melihat momen matahari terbit dan berakhir seperti kami? Gagal total hahaha.

Kami mau ke Candi Selogriyo setelah ini. Candinya lagi direnovasi haha! Tambah kecewa gak terutama setelah sunrise Suroloyo-nya gagal? Tentu tidak, karena kami sudah tahu kalau candinya sedang dalam renovasi. Ceritanya dilanjut lain waktu ya!

You Might Also Like

No Comments

Leave a Reply